Jumat, 02 Desember 2011

Nabi Hud


Hud  disebut  sebagai  cucu  Nuh,  dari  putranya  Sam.  Bila  benar,  tidak  cukup
terjelaskan  bagaimana  ia  bisa  menjadi  keluarga  terhormat  kaum  Ad  yang
tinggal di Ahqaf, antara Yaman dan Oman, sementara kakeknya di Armenia.

Kaum  Ad  disebut  sebagai  masyarakat  yang  makmur.  Perekonomian
berkembang  pesat.  Pada  saat  itu,  gedung-gedung  sudah  terbangun  megah.
Para  penduduknya  dilukiskan  sebagai  orang-orang  yang  cantik  dan  tampan.
Namun  mereka  semua  mengabaikan  aspek  spiritualitas.  Mereka  hidup
berfoya-foya dan menyombongkan kemewahan.

Hud  mengajak  mereka  untuk  mensyukuri  kemakmuran  itu  dengan  beribadah
pada Allah. Mereka  menolak.  Mereka mempercayakan  hidupnya  pada  berhala.
Sampai  kemudian  datang  musibah.  Hujan  sama  sekali  tak  turun.  Sungai  dan
sumur  mengering.  Ladang-ladang  menjadi  kerontang.  Tanaman  mati.  Juga
ternak-ternak.  Hud  kembali  mengajak  mereka  menyembah  Allah  dan  berdoa
kepadaNya. Tapi mereka tetap mengagungkan berhala.

Lalu  tibalah  gumpalan  awan  hitam.  Hud  melihat  awan  itu  sebagai  pertanda
akan  datangnya  bencana  atau  azab  Allah.  Mereka  justru  menganggapnya
sebagai awan yang  akan  mengucurkan hujan dari  langit. Mereka  bersuka cita,
menduga berhala telah mengabulkan permohonannya. Gumpalan awan hitam itu
ternyata  badai  gurun atau  awan panas  yang  menyapu kota,  selama  tujuh  hari
tujuh malam.

Kemakmuran  kota  kaum  Ad  tidak  berbekas.  Hud  dan  pengikutnya  kemudian
menetap  di  wilayah  yang  kini  adalah  Hadramaut.  Di  Timur  kota  Hadramaut
itulah  diyakini  Hud  dimakamkan.  Kisah  Hud,  kaum  Ad  mengajarkan  dan  awan
panas itu mengajarkan betapa fana kemakmuran dunia.

0 komentar:

Posting Komentar

Eimimo

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More