Hud disebut sebagai cucu Nuh, dari putranya Sam. Bila benar, tidak cukup
terjelaskan bagaimana ia bisa menjadi keluarga terhormat kaum Ad yang
tinggal di Ahqaf, antara Yaman dan Oman, sementara kakeknya di Armenia.
Kaum Ad disebut sebagai masyarakat yang makmur. Perekonomian
berkembang pesat. Pada saat itu, gedung-gedung sudah terbangun megah.
Para penduduknya dilukiskan sebagai orang-orang yang cantik dan tampan.
Namun mereka semua mengabaikan aspek spiritualitas. Mereka hidup
berfoya-foya dan menyombongkan kemewahan.
Hud mengajak mereka untuk mensyukuri kemakmuran itu dengan beribadah
pada Allah. Mereka menolak. Mereka mempercayakan hidupnya pada berhala.
Sampai kemudian datang musibah. Hujan sama sekali tak turun. Sungai dan
sumur mengering. Ladang-ladang menjadi kerontang. Tanaman mati. Juga
ternak-ternak. Hud kembali mengajak mereka menyembah Allah dan berdoa
kepadaNya. Tapi mereka tetap mengagungkan berhala.
Lalu tibalah gumpalan awan hitam. Hud melihat awan itu sebagai pertanda
akan datangnya bencana atau azab Allah. Mereka justru menganggapnya
sebagai awan yang akan mengucurkan hujan dari langit. Mereka bersuka cita,
menduga berhala telah mengabulkan permohonannya. Gumpalan awan hitam itu
ternyata badai gurun atau awan panas yang menyapu kota, selama tujuh hari
tujuh malam.
Kemakmuran kota kaum Ad tidak berbekas. Hud dan pengikutnya kemudian
menetap di wilayah yang kini adalah Hadramaut. Di Timur kota Hadramaut
itulah diyakini Hud dimakamkan. Kisah Hud, kaum Ad mengajarkan dan awan
panas itu mengajarkan betapa fana kemakmuran dunia.
0 komentar:
Posting Komentar